AKP MRF Pelaku KDRT Berharap Bebas, Keluarga Korban Minta Pelaku Dihukum Berat
Depok – Terdakwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atas nama MRF berharap majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Depok membebaskan dirinya dalam sidang yang beragendakan nota pembelaan atau pledoi, Senin (25/3/2024).
Untuk sidang putusan atau vonis perkara tersebut telah diagendakan atau dijadwalkan pada Rabu, 3 April 2024 mendatang.
Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok telah menuntut MRF yang berpangkat AKP dengan hukuman selama enam tahun penjara. AKP MRF dinyatakan terbukti bersalah melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a.
Perkara AKP MRF membuat publik merasa miris, sebab sebagai seorang aparat penegak hukum (APH) namun perbuatan pelaku sangat kejam dan keji karena melakukan tindak pidana KDRT secara berulang. Mulai dari pacaran hingga selama pernikahan, dimana terdakwa melakukan KDRT terhadap korban secara fisik dan psikis dihadapkan anaknya yang berusia 2 tahun dan sampai mengalami keguguran.
“Sebagai warga Kota Depok kami berharap majelis hakim menjatuhkan hukuman seberat-beratnya terhadap terdakwa AKP MRF, intinya hukuman diatas tuntutan jaksa. Agar memberi efek jera dan memberi contoh bagi institusinya untuk tidak melakukan hal serupa,” kata Anies warga Kota Depok, Kamis (28/3/2024).
Sedangkan pihak keluarga korban meminta majelis hakim dapat bersikap adil dan tidak main-main dalam menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa. Sebab fakta dalam persidangan, terdakwa beberapa kali diperingati oleh majelis hakim untuk tidak berbohong dan berbelit.
“Bila vonis yang diberikan ringan, sangat tidak etis dan tidak adil. Karena pihak komisi etik Mabes Polri pun tak tanggung-tanggung memberi sanksi kepada terdakwa berupa PTDH (pemberhentian tanpa dengan hormat) pada 1 Desember 2023 lalu,” ujar keluarga korban.
Penasihat hukum RFBNMP dari Law Firm JARZ & CO, Renna A Zulhasril menyatakan, permintaan bebas yang disampaikan dalam pembelaan atau pledoi menyiratkan kalau terdakwa tidak mengakui dan menyesali perbuatan atas tindak pidana yang dilakukan oleh dirinya. “Itu menggambarkan bahwa terdakwa tidak mengakui, bahkan menyesali perbuatan yang dilakukannya,” ungkapnya.
“Bukti-bukti maupun fakta yang terungkap dalam persidangan seperti Visum Et Repertum menerangkan
luka berat pada korban dan mengakibatkan keguguran, bukti laporan polisi dan SP2HP maupun SP3 Polres Metro Jakarta Pusat yang menunjukkan bukti kalau terdakwa melakukan penganiayaan dari sebelum pernikahan terhadap korban,” katanya.(jan)
Comment