eportal.id, Ambon – Kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab kini tengah merajalela di provinsi Maluku.
Salah satu kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur yang kini menjadi perhatian publik, turut dialami oleh salah satu anak di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) yang pelakunya sendiri adalah seorang mantan Camat Taniwel Timur, Kabupaten SBB (SB, Royke Marthen Madobafu alias RMM).
Pencabulan terhadap anak dibawah umur ini, menarik perhatian sejumlah aktifis yang tergabung dalam aliansi Gerakan Mahasiswa Alifuru (Gemafuru), hingga mereka menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku.
Aksi yang berlangsung, pada Rabu (7/8/2024) sekira pukul 13.30 WIT itu, mereka mendesak DPRD untuk memberikan penjelasan soal penangkapan pelaku Pencabulan anak dibawah umur, oleh mantan camat Tiniwel Timur, Kabupaten SBB (SB, Royke Marthen Madobafu alias RMM) yang saat ini ditangani penyidik Polda Maluku.
Menurut informasi, pelaku saat ini telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polda Maluku, pada (18/12/2023) lalu.
Dalam aksi demo tersebut, Korlap Gemafuru Richard Kariuw, meminta DPRD Provinsi Maluku untuk memfasilitasi Perjumpaan mereka dengan Kapolda, guna membahas Penanganan perkara tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur yang ditangani oleh Penyidik Polda Maluku.
Menurutnya, kekerasan Seksual tersebut didefinisikan termaksud dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang menghina, melecehkan, menyerang tubuh dan atau fungsi reproduksi, karena ketimpangan relasi kuasa atau gender yang berakibat terhadap penderitaan psikis atau fisik.
Hal itu juga dijabarkan dalam pasal 4 ayat 2 huruf c bahwa persetubuhan terhadap anak perbuatan cabul terhadap anak, dan eksploitasi seksual terhadap anak sebagai bentuk Tindak Pidana Kekerasan seksual.
Bahwa anak yang menjadi korban pelecehan seksual/kekerasan seksual memiliki hak pemenuhan bersifat wajib sebagaimana diatur dalam pasal 64 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan kedua atas undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Perlindungan anak Dan merujuk pada pasal 59 Undang-undang nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Perempuan butuh pelukan kasih bukan tusukan nafsu, karena tubuh perempuan adalah tempat sembahyang bukan barang untuk dipegang-pegang. dan perempuan adalah ibu dari keadilan yang dilahirkan atas dasar cinta. Untuk itu diharapkan DPRD Provinsi Maluku harus responsif dalam memperhatikan kejahatan seksual di Maluku,” tegasnya.
Setelah berorasi, masa aksi langsung ditemui langsung oleh, Saoda Tethol Wakil Ketua komisi 3 DPRD Maluku.
“Hari ini memang banyak anggota DPRD yang tidak berada di tempat karena ada tugas yang memang tidak bisa ditinggalkan, bukan berarti mereka meninggalkan tugas dan tanggung jawab mereka. Terima kasih adik adik yang saya kasihi dan saya hormati para pejuang hak-hak masyarakat yang hadir di tempat ini untuk memohon keadilan terkait masalah pelecehan seksual,” kata Saoda kepada masa aksi.
Saoada juga mengaku akan memfasilitasi keinginan masa aksi untuk menyuarakan tuntutan mereka.
“Saya akan memfasilitasi keinginan adik-adik sekalian ke Komisi 1 DPRD Provinsi Maluku untuk mengundang Kapolda Maluku duduk bersama membicarakan masalah pelecehan seksual dengan korban dibawah umur tersebut,” ungkapnya.
Diketahui sebelumnya, Peristiwa kekerasan seksual ini terjadi memang sudah satu tahun lalu. Tepatnya, Sabtu, 9 Juli 2022 sekira pukul 14.30 WIT. Saat kejadian itu, korban baru berusia 16 tahun. Dia masih menuntut ilmu pada salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Jalan Trans Seram, Gunung Malintang Piru, Kecamatan Seram Barat, tepatnya di sekitar kawasan Gedung DPRD Kabupaten SBB. Saat itu, terlapor mencabuli serta menyetubuhi korban di dalam mobil pelaku.
Kronologis peristiwa ini, berawal saat terlapor mengajak korban untuk jalan-jalan ke Piru. Saat itu terlapor menjemput korban dengan mobil. Kemudian mereka menuju ke Piru. Saat dalam perjalanan, tiba-tiba korban merasa pusing dan hendak muntah. Kemudian terlapor memberikan sebatang rokok kepada korban. Katanya untuk mengatasi rasa pusing dan mual tersebut.
Namun saat menghisap rokok yang diberikan terlapor, tubuhnya malah menjadi lemas tak berdaya. Melihat kondisi korban yang tak berdaya, terlapor menghentikan kendaraanya di TKP sekitar gedung DPRD Kabupaten SBB. Terlapor mencari lokasi yang sunyi.
Kemudian terlapor melancarkan aksi bejatnya. Terlapor mencabuli korban. Bagian-bagian sensitif korban digerayangi terlapor. Tak puas mencabuli korban, terlapor kemudian melampiaskan nafsu syahwatnya. Di dalam mobil tersebut, terlapor menyetubuhi korban.
Puas menyetubuhi korban, terlapor kemudian memotret tubuh korban dalam keadaan telanjang. Ini dijadikan senjata bagi terlapor. Dia mengancam agar korban tidak boleh beberkan perbuatanya itu.
RMM mengancam akan memviralkan foto maupun video tubuh korban jika perbuatan bejatnya jadi konsumsi publik. Sekitar satu tahun peristiwa ini terpendam. Diduga korban selalu mendapat ancaman dari terlapor. (EP-03)
Comment