Malang – Candi Sumberawan yang terletak di Desa Toyomarto, Singosari, Malang, menjadi salah satu ikon budaya di Bumi Ken Arok. Bangunan berlatarbelakang Budhisme, memiliki ciri khas tersendiri, yaitu wujud stupa tunggal, tanpa tangga menuju bangunan atas.
Situs purbakala yang dibangun abad 14 masehi ini, tidak hanya menarik pemerhati budaya, tetapi wisatawan juga. Otomatis, kehadiran pengunjung berdampak ekonomi disekitarnya, khususnya warga setempat.
Terhitung 11 warung yang tersebar di sekitar Candi Sumberawan, dan warung ini menjadi sumber pendapatan utama. Berbagai jenis kuliner bisa menjadi pilihan pengunjung, sekaligus menikmati pemandangan dan udara sejuk di sekitarnya.
Eksistensi ekonomi yang paling mencolok, terjadi malam hari, sedangkan siang hari, relatif minim, alias tidak terlalu banyak pembeli. Ngopi di warung, adalah segmen yang mendominasi, lantaran mereka tidak sekedar minum, juga membeli makanan, rokok, dan jajan.
Sebelum pandemi, pendapatan warung-warung itu, cukup untuk menambah devisa rumah tangga. Namun, ketika pandemi berlangsung, pendapatan terjun bebas, lantaran efek turunnya jumlah pengunjung.
Terkait jumlah pengunjung, dikatakan Sundari, warga Desa Toyomarto, penjaga tiket Candi Sumberawan, ada penurunan lebih dari 50% dibanding sebelum masa pandemi. Penurunan tersebut didominasi pengunjung berlatarbelakang pelajar atau mahasiswa.
Aktifitas outbond yang sering diadakan di sekitar Candi Sumberawan, nyaris tidak ada sejak masa pandemi. Padahal, peserta outbond berdampak pada perekonomian di lokasi tersebut, khususnya warung-warung.
Umumnya, pengunjung non pelajar atau mahasiswa, jarang mampir ke warung, ada yang membawa makanan maupun minuman dari rumah, dan ada yang kondisi perutnya sudah kenyang.
Keberadaan sumber air, ternyata mendatangkan ekonomi kreatif bagi warga setempat, yaitu jasa pembersihan karpet. Pemanfaatan air bersih yang mengalir cukup deras, menjadi solusi pemilik jasa persewaan perlengkapan untuk membersihkan aset berharga mereka.
Sebelum masa pandemi, dalam sehari bisa 6 hingga 8 karpet yang dibersihkan sepanjang aliran sungai yang membelah areal pertanian.
Tetapi, di masa pandemi ini, hanya 2 hingga 3 karpet yang dibersihkan dalam sehari, itupun tidak tiap hari. Hal ini tidak lepas menurunnya request persewaan perlengkapan, otomatis mempengaruhi penggunaan karpet untuk berbagai acara.
Musani, warga Dau, Malang, mengaku, kedatangannya di sumber air sekitar Candi Sumberawan, tujuannya tidak berwisata, melainkan spiritual. Tetapi, spiritual yang dimaksudnya bukan secara umum, melainkan khusus, yaitu dunia pertogelan.
Ia meyakini, sumber air tersebut memiliki energi-energi yang mampu menghubungkan manusia dengan makhluk astral. Caranya, berendam di sumber air pada malam hari atau jam 0 hingga subuh atau sekitar jam 4.
Dikatakan Musani, dampak pandemi tidak berpengaruh pada dunia spiritual, dalam artian aktifitas maupun orangnya relatif tidak menurun, malah ada peningkatan.
Diakui atau tidak diakui, dampak pandemi merambah sektor ekonomi, khususnya di tempat wisata, termasuk yang berlatarbelakang budaya. Uniknya, hanya sektor “dunia lain” yang tidak dapat diganggu gugat, dalam artian tidak terkorelasi sama sekali domino effectnya. (dodik)
Comment