7 Pelaku Repacking dan Pengoplos Beras Bulog Ditangkap Satgas Pangan Polda Banten
Banten – Komjen Pol. (purn) Budi Waseso selaku Direktur Utama Perum Bulog bersama Satgas Pangan Polda Banten menangkap 7 tersangka yang melakukan tindak pidana perlindungan konsumen dan persaingan dagang yang melakukan penyimpangan atau kecurangan distribusi beras.
Ketujuh tersangka merupakan pelaku pengoplos beras Bulog dan repacking atau mengemas ulang dengan menggunakan merk lain sebelum didistribusikan ke masyarakat.
Satgas Pangan Polda Banten berhasil menangkap mereka hanya dalam waktu dua hari, yaitu dari Rabu (8/2/2023) sampai dengan Kamis (9/2/2023). Ketujuh orang pengoplos beras Bulog yang ditangkap adalah HS (36), TL (39), AL (58), BR (31), FR (42), HM (66) dan ID (30).
Budi Waseso mengatakan, penangkapan 7 tersangka ini atas tindaklanjut inspeksi mendadak yang dilakukannya di Pasar Induk Beras Cipinang minggu lalu.
“Apa yang saya sampaikan minggu lalu terbukti hari ini, dan saya yakin hal ini akan diurut oleh Kepolisian tentang siapa dalangnya dan siapa saja yang terlibat dalam kasus ini,” kata Budi Waseso dalam jumpa pers di Banten, Jumat (10/2/2023) seperti dikutip Kompas.com.
Sementara Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Didik Hariyanto mengatakan, para tersangka melancarkan aksinya dengan melakukan enam modus.
Kata dia, modus utama yang dilakukan ialah mengemas ulang beras Bulog menjadi beras premium melalui beberapa merek yakni, Dewi Sri, PS, Badak, Rojo Lele, Karawang, dan SB.
Modus lainnya adalah mengoplos beras Bulog dengan beras lokal, menjual beras di atas harga Harga Eceren Tertinggi (HET), memanipulasi pemesanan dari distributor maupun mitra Bulog, masuk ke tempat penggilingan padi seolah-olah merek sendiri, dan memonopoli sistem dagang.
Dalam perkara yang diungkap satgas pangan Polda Banten ini juga dipamerkan barang bukti sebanyak 350 ton beras Bulog yang berhasil ditangkap baik yang sudah di-repacking maupun yang belum.
Selain barang bukti 350 ton beras Bulog, juga diamankan 5 unit timbangan digital, 8000 karung bekas bulog, 6 mesin jahit karung, 10.000 karung beras premium merk rojolele, SP, Dewi Sri dan lain-lain, 50 bundel nota penjualan, surat jalan dan DO, ucap Kombes Didik.
Kasus ini bermula saat Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke gudang beras PT Food Station Tjipinang Jaya, Jakarta Timur pada Jumat (3/2/2023).
Pada saat sidak, pria yang akrab dipanggil Buwas itu sempat masuk ke beberapa gudang, salah satunya gudang yang berada di Blok E yang dimiliki Stephen.
Di gudang tersebut Buwas menemukan tumpukan beras Bulog yang bersisian dengan beras merek lain. Tersebar juga di beberapa sudut sejumlah karung beras kosong merek Bulog dan merek lainnya.
Buwas kemudian memanggil pemilik gudang tersebut lantaran dia menduga pemiliknya mencampurkan beras Bulog dengan merk lain yang dimasukan ke goni yang kosong.
Namun Stephen selaku pemilik beras tersebut menampik tudingan Buwas. Stephen mengatakan, selain dari Bulog, dirinya memang biasa membeli beras merek lain dari Karawang.
Buwas yang juga mantan Kabareskrim dan mantan Kepala BNN itu tentu tak langsung percaya. Dia pun meminta sampel beras Bulog dan beras tersebut yang kemudian membandingkan kedua jenis beras itu.
Menurut Buwas, bila dilihat secara kasat mata, keduanya sangat mirip sehingga dia membawa dua sampel beras tersebut dan akan mengeceknya ke laboratorium.
Buwas juga berencana menjadikan hasil laboratorium nanti sebagai barang bukti kepada Satgas Pangan Polri.
Atas perbuatannya para tersangka itu diancam dengan pasal 62 ayat 1 junto pasal 8 ayat 1 huruf a dan b UU No 8 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancam pidana paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
“Selain itu dikenakan juga pasal 382 KUHP dengan pidana maksimal 1 tahun 4 bulan,” kata Didik, seperti dikutip Tribunnews.com.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, hasil beras oplosan ini dijual melebihi harga eceran tertinggi (HET).
Berikut ini video 7 pengoplos beras Bulog dan repacking ditangkap Satgas Pangan Polda Banten :
Comment