Mahasiswa dan Pelajar Didorong Jadi Agen Pengkikis Stigma Disabilitas

Mahasiswa dan Pelajar Didorong Jadi Agen Pengkikis Stigma Disabilitas

Jakarta – Komisi Nasional DIsabilitas (KND) berharap para mahasiswa dan pelajar mampu menjadi agen untuk merubah prespektif atau stiga negatif terhadap penyandang disabilitas.

Komisioner KND, Kikin Tarigan berharap dunia pendidikan, khususnya di level perguruan tinggi yang memiliki Tridarma dapat mengangkat isu-isu disabilitas sebagai bahan kajian dan pembelajaran masyarakat, dan mampu menjadikan kampus dekat dengan para penyandang disabilitas.

“Tentu saja anak muda, bisa pelajar, mahasiswa, dan lainnya, mereka sangat melek dengan informasi, baik dari media sosial atau yang lain. Penting (menjadikan mahasiswa dan pelajar sebagai agen perubahan stigma negatif), pertama jika mereka adalah penyandang disabilitas, mereka harus afirmasi dirinya sendiri supaya setara dengan teman – teman yang bukan disabilitas. Yang kedua, ketika mereka bukan disabilitas, maka mereka bisa memberikan pengormatan, perlindungan kepada teman-teman yang disabilitas,” kata Kikin di seminar inklusi bertajuk “Kesetaraan Hak dan Keselamatan Penyandang Disabilitas di UTA’45 Jakarta, yang diikuti 150 mahasiswa dan pelajar 10 sekolah di Jakarta Utara, Rabu (16/10/2024).

“Kelompok muda ini kelompok terpelajar, melek informasi, melek teknologi. Saya yakin mereka menjadi agent of power bagi disabilitas. Masalah disabilitas tidak hanya bisa diselesaikan oleh dunia disabilitas itu sendiri. Temen-temen muda juga bisa mendorong pemerintah daerah, kementerian, lembaga untuk lebih peduli kepada penyandang disabilitas. Kita tidak menutup fakta di media sosial ada presperktif negatif terhadap penyandang disabilitas, teman-teman muda ini kan bisa memilah, memilih mana konten yang baik untuk mengangkat isu disabilitas, bukan sekedar lucu-lucuan,” sambung Kikin yang mengapresiasi seminar hasil kolaborasi Jurnalis Kreatif bersama lembaga kajian publik IDP-LP dan Prodi Administrasi Publik UTA’45 Jakarta tersebut.

Kikin menekankan, penyandang disabilitas dan non disabilitas punya hak yang sama yaitu Hak Asasi Manusia yang tidak boleh terenggut oleh siapapun. Hak untuk makan, memperoleh pendidikan, akses kesehatan, bahkan hak untuk berkeluarga juga dimiliki oleh penyandang disabilitas.

“Hak pacaran?, disabiitas juga punya. Kadang-kadang orangtua dari sang pacar berpikiran dia itu disabilitas, ngurus dirinya sendiri saja tidak bisa apalagi ngurus kamu. Prespektif itu masih ada, sehingga disabilitas semakin terdidkriminasi, makin tersisih,” tukasnya seraya mengingatkan siapapun berpotensi menjadi disabilitas.

Senada, dua akademisi dari UTA 45 menilai pentingnya memperkuat pemahaman masyarakat untuk dapat mengikis stigma negatif terhadap penyandang disabilitas. Seminar menyangkut disabilitas yang digelar kali ini dirasakan sangat positif dan membuka mata bahwa para pelajar tak jarang menemui persoalan dalam interaksinya dengan penyandang disabilitas di sekolahnya,

“Tujuan menyelenggarakan ini memang untuk meningkatkan kesadaran, awareness bagaimana seharusnya kita memperlakukan penyandang disabilitas. Dari sesi tanya jawab juga ada beberapa rekan siswa dan mahasiswa mempertanyakan kasus-kasus unik yang membuat mereka ingin meminta prespektif dari ahli. Supaya terasa kesetaraan hak mereka (penyandang disabilitas). Kami dari para dosen dan mahasiswa ingin peningkatan kesadaran itu akan bermuara pada mereka (nmahasiswa dan pelajar) calon generasi bangsa kedepan. Mereka mulai bisa memikirkan ide-ide solutif, kebijakan inklusif, spesiifiknya persoalan disabilitas. Jadi bisa memikirkan solusi dan permasalahan dalam bentuk kebijakan,” ucap Dosen Administrasi Publik UTA 45’ Jakarta Angella Rosha.

“Antusisas peserta sangat baik, tanpa kita sadari ternyata mereka sudah tau penyandang disabilitas bukan hanya kekurangan fisik. Pemerintah mungkin dapat lebih ditingkatkan lagi kesadaran masyarakatnya melalui berbagai kegiatan seperti ini,” timpal Dosen Administrasi Publik Sisman Prasetyo yang turut menjadi narasumber dalam kegiatan itu.

Pemberdayaan Disabilitas Asisten Administrasi dan Kesejahteraan Rakyat (Asminra) Sekko Administrasi Jakarta Utara, Muhammad Andri menyampaikan Pemprov DKI telah menerbitkan Peraturan Daerah No 4 Tahun 2022 tentang pelaksanaan penghormatan perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas yang bertujuan untuk mewujudkan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia serta kebebasan dasar penyandang disabilitas secara menyeluruh dan setara serta mewujudkan taraf hidup yang berkualitas, adil, dan inklusif. Beberapa kebijakan sudah diimplementasikan Pemprov DKI Jakarta untuk mewujudkan kesetaraan bagi disabilitas, salah satjnya membuat garis kuning panjang (guiding block) di trotoar.

Dikemukakannya, salah satu upaya Pemkot Jakarta Utara dalam pemenuhan hak terhadap penyandang disabilitas adalah dengan memberdayakan penyandang disabilitas dengan penyediaan ruang usaha.

“Salah satu konsep kita tawarkan, khususnya ke perusahaan-perusahaan publik yang ada di Jakarta Utara untuk bisa mengadopsi kegiatan Café and Book Difabis. Cafe Difabis adalah kafe sekaligus perpustakaan yang dilayani oleh rekan-rekan kita penyandang disabilitas. Kita merekrut dari Dinas Sosial, disabilitas kita latih menjadi barista. Setelah mampu kita bisa pekerjakan dengan penghasilan layak dengan bantuan BasNaz Bazis Provinsi DKI Jakarta,’ Jelas Andri.

“Testimoni mereka yang datang, tidak kalah rasanya dengan kafe ternama. Di situ juga kita menyediakan pengumuman Bahasa isyarat bagaimana cara pesan kopi, teh atau lainnya. Konsep seperti ini sudah kita sampaikan ke perusahaan-perusahaan di Jakarta Utara dan banyak yang mau mengadopsi konsep itu,” Andri melanjutkan.

Ditambahkan Andri, Pemkot Jakarta Utara juga tengah mngembangkan hidroponik difabis yang nantinya akan meibatkan penyandang disabilitas sebagai penggarap.

“Hidroponik sebagai upaya memenuhi upaya memenuhi sayur mayur yang cepat di perkotaan. Kita latih teman-teman disabilitas untuk melakukan hal itu. Pasarnya nanti kita berikan. Kita sudah siapkan konsep dan desainnya mudah-mudahan bisa kita laksanakan dengan baik,” ucapnya.

Hal lain yaitu Pemkot Jakarta Utara telah memberikan kartu penyandang disabiitas kepada 3378 orang di Jakarta Utara.

Aturan Belum Menghapus Stigma

Terpisah, peneliti BRIN Tyas Yulianti berpendapat munculnya stigma akibat cara pandang keliru terhadap penyandang disabilitas, yaitu cara pandang yang menganggap penyandang disabilitas lemah, tidak berdaya, dan diangap tidak mampu melakukan apapun. Hal ini menurutnya berdampak pada tindakan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas. Stigma tegas Tyas sangat menghambat penyandang disabilitas untuk berperan aktif dalam setiap proses pembangunan.

“Kita sudah tau sebagian besar bahwa ada syarat sehat jasmani dan rohani yang menghambat disabilitas mendapat pekerjaan. Nah ini adalah salah satu contoh, penyandang disabilitas tidak dapat dengan mudah mengakses pekerjaan karena syarat itu. Hanya jenis pekerjaan-pekerjaan tertentu yang bisa diberikan penyandang disabilitas dan kemudin dbatasi kuota. Oke itu sebagai bentuk afirmasi, tapi bia emandang sebagai hak warga negara harusnya jenis pekerjaan apapun yang bisa dilakukan penyandang disabilitas bisa dibuka seluas-luasnya,” papar Tyas.

Perihal inklusi terkait penyandang disabilitas di Indonesia dikatakan Tyas telah menunjukkan perbaikan, terutama soal peraturan. Namun demikian diakuinya semua aturan tersebut belum seutuhnya mampu menghapus stigma negatif terhadap penyandang disabilitas.

“Kita memiliki Undang-undang, kemudian punya PP turunannya. Kemudian diusungkan PP tentang konsensi yang akan disahkan. Jadi sudah lengkap. Namun kami menemukan bahwa peraturan-peraturan yang sudah ada tersebut belum menjamin terselenggaranya perlindungan dan pemenuhan hak peyandang disabilitas dengan baik. Terutama mungkin kita bisa melihat bahwa saat ini peraturan-peraturan disabilitas banyak dibuat tapi juga banyak melemahkan disabilitas. Kami menganggap stigma itu masih ada dan itu yang menghambat inklusi di Indonesia,” tandasnya.

Selain diskusi interaktif, kegiatan di UTA’4 yang juga mendapat dukungan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan Pelindo 2 Sunda Kelapa ini turut melibatkan para pelajar untuk belajar menganalisa persoalan atau kasus terjadi melibatkan penyandang disabilitas. Masing-masing kelompok yang terdiri atas 10 pelajar dan 3 mahasiswa beradu gagasan solusi untuk pemenuhan hak penyandang disabilitas.
(Wahyuni adina putri)

Comment