Depok – Kasus dugaan korupsi timah yang menjerat Harvey Moeis hingga kini masih menyita perhatian publik. Tak tanggung-tanggung, akibat aksi tersebut negara disebut-sebut mengalami kerugian sebesar Rp 300 triliun.
Adapun modus dalam perkara korupsi itu terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk pada tahun 2015–2022.
Belakangan, kasus tersebut dinilai janggal lantaran kejaksaan merubah deliknya dari semuala kerugian perekonomian negara menjadi kerugian keuangan negara, perubahan ini bisa menjadi blunder dalam pembuktiannya di pengadilan.
Yakni, soal kerugian perekonomian negara menjadian kerugiaan keuangan negara dengan nilai Rp 300 triliun.
Menanggapi hal itu, Advokat yg sering menangani kasus korupsi di KPK yang juga Founder Asosiasi Ilmu Hukum Tipikor dan Perampasan Aset Indonesia Moch. Anwar, S.H., M.H menjelaskan, bahwa memang dalam pasal 2 dan pasal 3 itu Undang-Undang Tipikor menegaskan dua hal tentang kerugian Negara yaitu kerugian Perekonomian Negara dan kerugian keuangan negara yang pembuktianny berbeda dan rumit pasca putusan MK No 25/PUU-XIV/2016. MK menghapus frase “Dapat” dalam pasal 2 dan 3 dalam UU Tipikor, dengan kata lain MK memberikan penegasan dan kepastian hukum agar setiap penanganan kasus korupsi terlebih dahulu telah terjadi kerugian Negara melalui audit keuangan yang berwenang, tanpa audit atau hanya berlandaskan potensi (dapat) maka KPK tidak dapat mentersangkakan seseorang.
“Jadi pasal 2, dan pasal 3 membahas tentang adanya perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan dan perekonomian negara, itu intinya,” tuturnya.
Nah menurut Anwar, dalam kasus Harvey Moeis ini menjadi janggal lantaran dalam jumpa pers sebelumnya, pihak kejaksaan menyebut ada kerugian perekonomian negara dengan nilai sekitar Rp 271 triliun.
“Tapi tiba-tiba bebrapa bulan setelah itu berubah, deliknya, bukan lagi kerugian perekonomian negara tetapi menjadi kerugian keuangan negara.”
Menurut dia itu menjadi janggal lantaran pernyataan tersebut adalah dua hal yang berbeda dan pembuktiannya pun selain Rumit juga berbeda, kerugian perekonomian Negara bagaimana membuktikannya siapa yang berwenang karena itukan sifatnya potensi saja dan rumit, apalagi inikan bisnis tegasnya.
Anwar mengatakan, jaksa harus bisa mempelajari dan membuktikan dakwaannya bahwa kerugian negara Rp 300 triliun itu betul-betul ril dan telah terjadi berdasarkan Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi.
“Nah kan saat ini dia mengatakan dakwaanya kemarin itu bukanlah kerugian perekonomian negara, tapi dia berbalik menjadi kerugian keuangan negara,” tuturnya.
“Kemudian kapan dan untuk kegiatan apa uang senilai 300 Triliun itu di gelontorkan… kan ini yang menjadi pertanyaan masyarakat, itu uang banyak loh. Tegas Anwar.
Comment