Dilema Kaliandra
Siang ini aku sedang duduk di serambi taman kantorku. Menunggu waktu istirahat usai, sembari menghabiskan es kopi yang telah tersisa separuh porsi.
Sejenak mataku tertuju pada bunga kaliandra yang tumbuh di taman tak jauh dari tempatku bergeming. Sekawanan lebah sedang menyerbu kaliandra itu. Aku membayangkan, andai saja aku yang menjadi bunga cantik yang berbentuk seperti mangkuk dengan benang-benang merah putih yang tersusun rapi dari dalam mangkuknya itu. Entah harus senang atau sedih yang akan kurasakan.
Rasa senang karena banyak yang tertarik padaku; ataukah akan sedih, bila tak bisa berbuat apa-apa tatkala para lebah itu bergantian mengambil sari-sari maduku.
Bagaimana jika itu dikaitkan dengan kehidupanku?
Aku hanya wanita biasa yang kerap memiliki ego seperti pada umumnya kaumku yang lain. Ada kalanya aku ingin tampil menarik dan menjadi pusat perhatian. Tapi dalam hati kecil, aku berniat untuk menyembunyikan pesonaku hanya untuk satu orang yang aku cintai kelak.
Dari sanalah, rasa dilema itu terlahir.
Baik dan buruk, aku perlu menimbangnya, agar kelak aku tak terjerumus pada pilihan yang salah. Haruskah aku menjadi kaliandra itu? Pantaskah aku? Ataukah lebih baik menjadi opuntia saja, meski tak kalah menawan namun terlindungi duri-duri kaktus yang menghidupinya.
Sisa es kopiku telah tandas. Sebelum beranjak dari dudukku, sejenak kupandang jauh langit ibu kota siang ini. Di sana tergambar sosok lelaki yang kucinta. Timbul tanya di dalam benak. Mungkinkah kelak aku ditakdirkan bersamanya?
Jika memang begitu, apakah dia lebih menyukaiku sebagai kaliandra, atau sebagai opuntia? Atau malah justru dia ingin aku menjadi hal lain selain itu …?
Pertanyaan-pertanyaan itu mengiringi langkah, yang kutuntun menuju ruang kerjaku
Comment