Majelis Hakim Diminta Jatuhi Putusan Sela Sesuai Hati Nurani Pada Perkara 6 Terdakwa Ahli Waris
Depok – Majelis hakim Pengadilan Negeri diminta menjatuhkan putusan sela sesuai hati nurani dalam perkara pidana kasus penyerobotan tanah dengan enam terdakwa ahli waris.
Pernyataan itu disampaikan kuasa hukum enam terdakwa, R Supramono dan Arian Carter dari Law Firm Sutan Syah Alam & Partner seusai sidang tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atau duplik atas eksepsi para terdakwa.
Menurut kuasa hukum enam terdakwa, bahwa duplik yang dilakukan JPU Muhammad Nur Ajie dilakukan secara lisan dan tertulis. Terkait isi tanggapan yang disampaikan JPU berisi normatif lantaran mengulang dakwaan.
“Maka oleh karena itu, kami berharap majelis hakim mampu melihat sesuai hati nurani kemerdekaan klien kami yang sedang di uji dalam pengadilan ini, sebab keberadaan barang di lokasi merupakan barang sendiri bukan milik orang lain. Saya yakin akan dikabulkan oleh majelis hakim dalam putusan sela perkara a quo,” katanya di PN Depok, Rabu (28/2/2024).
Untuk melihat secara kongkret dan jelas (clear) terkait persoalan tersebut, kata kuasa hukum enam terdakwa, pihaknya telah mengajukan gugatan sengketa kepemilikan hak di PN Depok.
“Tergugat satu yakni PT Uricon, tergugat dua PT Megapolitan, Tbk dengan Direktur Ibu Melanie, tergugat tiga PT Citra Marga Nusaphala Persada yang kita ketahui pemiliknya Bapak Yusuf Hamka atau Babah Alun yang dikenal juga raja jalan tol Indonesia. Mudah-mudah para tergugat bisa jujur dan adil dalam persidangan perdata di PN Depok karena menyangkut hak-hak masyarakat Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan seperti petani atau klien kami. Dimana masalah tanah akan di dakwa dengan Pasal 167 KUHP pidananya 9 bulan, nggak boleh lagi lah urusan hukum persengketaan tanah di bawah ke pidana tapi perdata. Semoga dengan adanya sengketa kepemilikan akan menjadi titik terang apakah milik Megapolitan atau klien kami,” paparnya.
Dengan adanya sengketa kepemilikan, masih katanya, seharusnya sidang pidana harus dihentikan karena sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) 1 tahun 1956. Sebab unsur-unsur Pasal 167 KUHP yakni meminta meninggalkan perkarangan, siapa yang berhak, disini kan belum ada,” tandasnya. (Jan)
Comment