Pilpres 2024 Satu Putaran, LKSP Dari Survei Sulit Merealisasikannya

Subhan Akbar (LKSP) Saat Memberikan Pemaparan Kepada Media Tentang Pilpres 2024
Subhan Akbar (LKSP) Saat Memberikan Pemaparan Kepada Media Tentang Pilpres 2024
Pilpres 2024 Satu Putaran, LKSP Dari Survei Sulit Merealisasikannya

Depok – Survei Lembaga Kajian Strategis dan Pembangunan atau LKSP terhadap persepsi dan preferensi pemilih pada masa kampanye pemilu 2024, hasilnya pasangan Anies-Muhaimin unggul tipis dibanding Prabowo-Gibran dan Pilpres diprediksi akan berlangsung 2 putaran.

Adapun presentasenya Anies – Muhaimin dengan 32,41 persen, Prabowo-Gibran 32,02 persen, Ganjar-Mahfud 19,52 persen, sedangkan responden yang belum menentukan pilihan ada 16,05 persen.

Peneliti LKSP Subhan Akbar mengatakan survei ini untuk menjawab pengelenggaraan pilpres 2024 berlangsung 1 atau 2 putaran, di mana belakangan ini ada kampanye tentang pilpres 1 putaran melalui media salah satu paslon.

Bacaan Lainnya

“Kami mencoba melakukan validasi ke masyarakat, apakah kondisinya sesuai dengan apa yang diklaim salah satu paslon, itulah kenapa kita melakukan survei secara nasional,” kata Subhan usai Diskusi Publik LKSP-GeRAK Indonesia-RETas bertajuk ‘Menanti Kejutan Pemilu 2024’ dan paparan hasil survei nasional di salah satu resto di bilangan Margonda, Depok, Rabu, 7 Februari 2024.

Setelah melakukan survei, ternyata hasilnya berbeda, dan data yang didapat LKSP dari aspirasi masyarakat berdasarkan angka-angka agak sulit untuk membenarkan pilpres akan berlangsung 1 putaran.

“Ini bukan ngomongin soal hemat anggaran atau tidak hemat anggaran, karena realitasnya seperti itu,” tutur Subhan.

Bahkan, lanjut Subhan, secara aturan agak sulit, karena menyelenggarakan pilpres 1 putaran itu tidak cukup hanya 50 persen + 1, tapi harus menang di 20 persen di beberapa kota atau daerah Dapil.

“Itu kan juga agak sulit, berdasarkan apa yang kita lihat ternyata ada paslon yang menang di daerah tertentu, tapi kalah di daerah lain, demikian juga sebaliknya, itu yang kita potret seobjektif mungkin,” terang Subhan.

Berdasarkan hasil survei LKSP pun selisih antar paslon tipis dan itu yang dikonfirmasi di lapangan bahwa aktivitas kampanye di media dan di lapangan ternyata berkaitan.

“Bahwa ada yang populer melalui aktivitas media atau kampanye media itu memang membentuk presepsi orang untuk memilih salah satu paslon,” katanya.

Namun realitanya, kata Subhan, ada juga paslon lain yang secara lapangan mendapatkan dukungan yang massif, tidak kalah dengan paslon yang menggunakan strategi kampanye lewat media atau pengaruh-pengaruh kekuasaan.

“Bisa lihat sendiri, masing-masing paslon ketika berkunjung ke setiap daerah, masing-masing bisa sesuai dengan angka-angka yang bisa tergambar,” katanya.

Ditanya peluang untuk 2 putaran akan head to head antara Paslon 01 dan 02, Subhan mengatakan hal tersebut berada di ranah elit, sebab LKSP hanya memotret aspirasi publik.

“Bahwa masyarakat itu dari 3 alternatif paslon yang ada lebih cenderung ke mana, di sana kita bisa lihat ternyata rata jumlahnya, tidak seperti yang dikampanyekan selama ini angkanya bisa mencapai 57 persen,” jelas Subhan.

Setelah putaran pertama ada koalisi antara kubu paslon 01 dengan 03 atau 02 dan 03, itu sudah di ranah elit serta berbicara dengan kesamaan ideologi, pembagian kekuasaan dan sebagainya.

“Nanti kesepakatan elit itu yang ditawarkan ke masyarakat, baru kita survei lagi dari 2 pilihan itu mana yang mau dipilih,” ucap Subhan.

Sementara, Pengamat sosiologi politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubeidillah Badrun mengatakan dari hasil survei LKSP dan mengamati beberapa lembaga survei lain, ia meyakini pilpres akan berlangsung 2 putaran.

“Itu meyakinkan saya sebagai scientist sosiologi politik (pilpres 2024) akan berlangsung 2 putaran, karena persaingannya ketat fluktuasi elektabilitas antara pasangan sangat tinggi,” kata Ubedillah.

Menurutnya rata-rata perolehan suara untuk putaran pertama sekitar 30an persen dan hampir merata kecenderungannya dan basisnya.

Ia mencontohkan seperti paslon 01 basisnya secara sosiologis dari nahdliyin, kelompok islam terpelajar dan nasionalis, kemudian pasangan 02 dari kalangan nasionalis dan punya basis yang kuat.

“Pasangan 03 juga basisnya lebih kuat dan lebih historis karena nasionalis PDIP,” terang Ubeidillah.

Menurutnya 3 fraksi tersebut persaingan yang sangat ketat dan hal ini terkonfirmasi dengan hasil survei. Kemudian, sisi lainnya ditentukan dengan kecanggihan tiap paslon untuk mempengaruhi pemilih yang belum menentukan pilihan.

“Termasuk mempengaruhi kelompok yang tingkat pendidikannya rendah, yang saya sebut sekitar 60 persen, itu kan mereka mudah berubah dan masuk kategori swing voters, pemilih irasional yang mudah sekali dipengaruhi peristiwa subjektif,” ucap Ubedillah.

Pada survei terkait persepsi pemilih atas isu-isu strategis, juga terpotret isu politik dinasti, diketahui oleh 32,20 persen yang sebagian besar berpendidikan SMA ke atas atau 65,63 persen.

Kemudian Putusan MK tentang batas usia capres/cawapres, terdapat 55,40 persen masyarakat tidak setuju terhadap Putusan MK.

Selanjutnya netralitas Presiden, sebesar 86,70 persen responden berpendapat Presiden Jokowi seharusnta menjaga netralitas dalam pelaksanaan pilpres 2024.

Isu Bantuan Sosial, ada 28,35 persen responden pernah menerima bansos dan 71,65 persen tidak menerima bansos. Dari responden yang pernah menerima bansos, 72,08 persen menyatakan bahwa bantuan yang diterima tidak mempengaruhi pilihan capres dan parpol.

Selain itu, 67,17 persen responden berpandangan bahwa bantuan social yang telah diberikan pemerintah sebagian besar responden menyatakan tidak tepat sasaran.

Sedangkan isu Politik Uang, ada 68,78 persen responden memandang politik uang sebagai fenomena yang biasa saja, wajar dan sangat wajar. Sementara mereka memandang tidak wajar dan sangat tidak wajar hanya 31,23 persen.

Mayoritas responden tidak yang menerima pemberian uang/hadiah dari Tim Sukses Partai/Caleg/Capres 71,52 persen dan yang menerima hanya sebesar 28,48 persen.

Untuk oersepsi responden terhadap kinerja pemerintah, ada 49,02 persen responden menyatakan bahwa Kondisi Demokrasi Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Jokowi semakin memburuk.

Ada 41,37 persen berpendapat bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini baik, sedangkan 36,30 persen responden menyatakan ekonomi Indonesia buruk.

Kemudian 39,14 persen responden menilai Pemerintahan Jokowi saat ini korup, dan 43,75 persen berpendapat bahwa upaya pemberantasan korupsi saat ini buruk dan sangat buruk.

Ada 76,55 peraen responden merasa bahwa program pemerintah belum dapat memenuhi kebutuhan dan ketersediaan lapangan kerja bagi anak muda.

Selain itu, 54,55 persen reaponden tidak setuju jika Ibukota Negara pindah ke Kalimantan Timur (IKN), berbanding 45,45 persen responden setuju jika Ibukota Negara pindah.

Ada 22,64 persen responden berpendapat bahwa PKS adalah Parpol yang paling menolak IKN dan Ibukota RI pindah dari DKI Jakarta.

Selanjutnya ada 42,60 persen responden menginginkan Perubahan dan Keberlanjutan program pemerintah yang sudah baik.

Survei LKSP ini dilaksanakan 1-8 Januari 2023. Dilengkapi dengan FGD pakar (25 Januari 2024) untuk memvalidasi temuan, dengan sumber data berasal dari DPT pemilu 2024.

Adapun penarikan sampel dilakukan secara acak menggunakan metode multi stage random sampling, jumlah Sampel & MoE Jumlah sampel sebesar 2.185 dengan Margin of Error (MoE) 2,0 persen, tingkat kepercayaan 95 persen dan control response rate 95 persen. (Atem)

 

Pos terkait

Comment