Selama Januari Ada 21 Kasus DBD di Probolinggo 2 Orang Meninggal Dunia

Selama Januari Ada 21 Kasus DBD di Probolinggo 2 Orang Meninggal Dunia. (Ilustrasi istimewa)
Selama Januari Ada 21 Kasus DBD di Probolinggo 2 Orang Meninggal Dunia. (Ilustrasi istimewa)

Probolinggo – Musim penghujan, selama sebulan ini jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Probolinggo, ada 21 kasus dengan jumlah kematian mencapai 2 orang. Rabu (2/2/2022).

Bahaya wabah DBD, Pemerintah Kabupaten Probolinggo intruksikan warganya mewaspadai dengan melakukan hidup bersih dengan 3M (Menguras, Mengubur, Menutup) barang bekas dan genangan air, untuk menghindari perkembangbiakannya nyamuk Aedes Aegepty, terlebih saat ini memasuki musim penghujan.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo, Mujoko mengatakan naiknya kasus DBD ini karena memasuki musim penghujan.

Bacaan Lainnya

Banyaknya tumpukan sampah menyebabkan air selokan macet, dan air tidak mengalir bisa menjadi tempat bertelurnya nyamuk, serta barang bekas, dan genangan air yang bisa ditempati nyamuk yang gigitannya bisa menyebabkan DBD.

“Diperlukan gerakan semua elemen masyarakat untuk kerja bakti dan hidup bersih di lingkungannya, serta siap obat nyamuk. Paling murah itu sebetulnya adalah gerakan 3M berupa Menguras, Menutup dan Mengubur baik di rumahnya, dan lingkungan di desanya,” ujar Mujoko, dalam rilis website Pemkab Probolinggo.

Mujoko menjelaskan tren terjadinya kasus DBD itu biasanya mulai masuk musim penghujan, mulai dari bulan Desember hingga April nantinya. Biasanya pada bulan April sudah melandai karena mulai masuk musim kemarau.

“Puncaknya penyakit DBD, biasanya masuk mulai musim hujan, pada bulan Februari dan Maret. Ini betul-betul harus diwaspadai, tetapi tergantung juga bagaimana musim yang ada. Terutama daerah-daerah endemis.

Kabupaten Probolinggo termasuk daerah endemis, dalam artian setiap tahun itu selalu ada kasus DBD seperti Kecamatan Gending dan Pajarakan,” jelas Mujoko.

Ia menyebut dua kasus kematian akibat DBD ini sudah termasuk cukup tinggi. Sebab, seharusnya tidak boleh ada kasus kematian karena DBD.

“Tentunya upaya yang dilakukan untuk mencegah kasus DBD ini sudah sangat maksimal. Teman-teman di lapangan sudah sangat masif melakukan upaya pencegahan kasus DBD. Gerakan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan juga penting,” ucapnya.

Ia menerangkan, upaya yang dilakukan saat ini terkait dengan kasus DBD, yakni fogging dengan radius 100 meter dari titik kejadian DBD bila ada kasus, selain itu gerakan 3M terus digalakkan.

“Meski satu kasus pun ada yang sakit DBD, maka akan kita lakukan fogging, dengan catatan betul-betul terdiagnosa DBD, maka perlu gerakan 3M harus digencarkan, karena fogging itu hanya membunuh nyamuk terbang dan jentik akan mati kalau kita lakukan dengan 3M tadi plus abatesasi,” tambah Mujoko.

Mujoko menginformasi, jentik nyamuk ini hidup di air bersih, genangan air di tanah tidak menjadi trigger utama sebab ada mikroorganisme yang akan memakannya.

“Intinya masyarakat rutin memantau tempat penampungan air masing-masing. Jangan sampai menunggu jentik, setidaknya dua hari sekali dikuras. Genangan air yang tertampung di kaleng-kaleng bekas juga berisiko,” tegas Mujoko.

Pos terkait

Comment